Hotel De Boer yang kini bernama Grand Inna Medan, sebelumnya Hotel Inna Dharma Deli yang terletak di jalan Balai Kota dibangun pada tahun 1898 oleh pengusaha Belanda bernama Aeint Herman de Boer.
Penamaan hotel De Boer di yakini diambil dari nama De Boer yang bermakna petani. Hotel ini pada zaman dulu merupakan tempat menginap para investor perkebunan dari Eropa yang datang ke Sumatera Timur untuk melihat kebun tembakau di Tanah Deli. Saat dibangun tahun 1898 hotel De Boer baru mempunyai tujuh kamar, restoran dan bar, pada tahun 1909 bertambah menjadi 40 kamar.
Dalam perkembangan selanjutnya dengan semakin banyak tamu yang menginap disini manajemen hotel de Boer merasa perlu memperluas dengan menambah 120 kamar dan sebuah aula besar untuk ruang pertemuan.
Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia tepatnya pada 14 desember 1957, dalam rangka nasionalisasi perusahaan – perusahaan milik Belanda, Hotel de Boer diambil alih pengelolaanya oleh pemerintah Indonesia. Banyak sudah para tamu-tamu yang pernah menginap disini tercatat antara lain Raja Leopold dari Belgia, ada juga Pangeran Scharmburg-Lippe yang merupakan keponakan Ratu Wilhelmina dari Belanda.
Tokoh Nasional Indonesia Sutan Syahrir pada masa kecilnya pernah mencari nafkah dengan menjadi pengamen di hotel mewah ini dengan bermain alat musik biola. Madelon Szekely-Lulufs dalam novel autobiografinya yang berjudul Rubber dan telah diterjemahkan dalam bahasa indonesia menjadi Berpacu di Kebun karet menggambarkan hotel De Boer, sebagai hotel dekat sebuah lapangan yang luas ( lapangan merdeka, pen.) dengan disekitarnya jalan aspal yang luas.
Membuka kembali ingatan kita bahwa lapangan Merdeka yang sebelumnya bernama Fukuraido adalah saksi sejarah bahwa di lapangan merdeka ini pembacaan teks proklamasi kemerdekaan yang dibacakan oleh Gubernur Sumatera Pertama, Muhammad Hasan pada tanggal 16 Oktober 1945.
Kota medan memiliki banyak warisan yang dikenal masyarakat, contohnya Istana Maimoon, Masjid Raya, Kantor Pos, Kantor Balai Kota lama, gedung de Javasche bank (Bank Indonesia)
Namun disayangkan bahwa kita sebagai masyarakat masih kurang peduli terhadap heritage kota Medan.
Ditambah beberapa heritage yang mulai tergerus berganti dengan gedung-gedung modern. Diharapkan Walikota Medan dan dinas terkait peduli dengan warisan masa lalu yang perlu dijaga kelestariannya sebagai cagar budaya.
Penulis: Abdul Aziz, ST
Pemerhati sosial dan lingkungan.