Selamat Datang Dhuyufur Rahman di Pusaran Energi Ka’bah

Medan – Warta Indonesia | Adakah sebuah karya sehebat Ka’bah yang setiap tahunnya menyedot jutaan manusia dari seluruh penjuru dunia selama ribuan tahun? Berapa banyak sudah harta benda dan aktifitas kehidupan yang ‘mengitarinya’ selama itu, yang terpancar akibat kerinduan hamba-hamba Allah di seluruh permukaan planet bumi…

Adakah juga karya sedahsyat ini, dimana setiap saat ia menjadi pusat gerakan-gerakan shalat dari miliaran manusia di berbagai penjuru bumi? Berapa besarkah energi yang terpancar dari keikhlasan hamba-hamba Allah yang ruku’ dan sujud sepanjang shalatnya yang khusyu’…

Dan adakah juga keyakinan yang demikian kokohnya dimana bermiliar-miliar manusia memusatkan seluruh konsentrasinya kepada Allah Azza wa Jalla melalui kiblat yang satu ” menyemburkan pusaran energi” luar biasa dahsyat membawa getaran-getaran doa mereka menuju Arsy Allah, Sang Maha Perkasa…( Agus Mustafa, pusaran energi Ka’bah).

Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia (QS. Almaidah : 97).
Haji adalah rukun puncak dalam ajaran Islam.
Di dalamnya bila dicermati, terhimpun semua rukun-rukun yang lain, seperti syahadat, shalat, zakat dan puasa.

Syahadat seorang muslim, benar – benar diuji dalam ibadah haji, ketika dia dihadapkan pada berbagai bentuk ibadah yang penuh dengan misteri dan sulit dijangkau oleh akal manusia semata.
Di dalamnya juga terdapat benda-benda tertentu, seperti Ka’bah, Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, sumur Zam-zam, dan lain sebagainya, yang juga memendam beribu misteri.

Suatu hal yang pasti, bahwa di balik misteri itu banyak hikmah yang terkandung di dalamnya.

Hanya Allah sendirilah yang Maha mengetahuinya.
Upaya untuk mengungkap misteri dan hikmah lewat berbagai pendekatan, termasuk iptek, tentu semakin menarik perhatian umat dalam menghayati dan lebih meyakini kebenaran ajaran agamanya.

Perintah menjalankan ibadah Haji dimulai dengan ‘wa lillahi’, yang berarti” hanya karena Allah saja”. Ini sungguh sangat spesial dan unik, karena ibadah-ibadah lain seperti, sholat, puasa, zakat dan lainnya, tidak dalam model perintah semacam ini.
Hal ini menyiratkan bahwa menjalankan ibadah haji ke Baitullah terasa begitu berat, penuh ujian dan banyak godaan, sehingga amat sangat mungkin sekali tereliminasinya kata ‘wa lillahi’ ini dari hati dan pikiran seseorang ketika akan maupun sedang menjalankan ibadah haji.

“Yang perlu di camkan” siapapun orangnya, bagaimanapun keadaanya dan dari manapun asalnya, mungkin bisa datang dan berkunjung ke Baitullah akan tetapi, ketika sampai ke Baitullah, belum tentu ia dianggap sebagai tamu Allah Swt, atau yang biasa disebut Dhuyufur Rahman.
Yang demikian itu, dinamika perubahan ke istiqomahan kata ‘ wa lillahi dalam sanubarinya, akan termanifestasikan dalam wujud sikap ikhlas, sabar, tawadhu’ dan bertatakrama sebagaimana seorang tamu yang sedang bertamu ke tempat orang yang sangat dihormati dan disegani.

” (Musim) haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi.
Barangsiapa mengerjakan ibadah haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam melakukan ibadah haji.

Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya, bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.
Dan bertaqwallah kepada-Ku wahai orang – orang yang mempunyai akal. QS, Al Baqarah 197.

Memasuki bulan Syawal, Dzulqaidah dan Dzulhijjah berbondong-bondong calon jamaah haji dari penjuru negeri menuju pusaran energi Ka’bah untuk memenuhi panggilan Allah Swt.
Sejatinya menunaikan rukun islam yang kelima bukanlah perjalanan biasa, dan bukan pula memenuhi undangan seorang makhluk, melainkan merupakan perjalanan suci menuju tempat yang suci, guna memenuhi panggilan yang Maha Pencipta, yakni Allah Azza wa Jalla.
Selamat datang di pusat peradaban wahai Dhuyufur Rahman, semoga menjadi haji yang mabrur dan mabrurah.

Penulis: Abdul Aziz, ST | Editor: Alamsyah

Komentar