Medan – Warta Indonesia | Frans Kaisiepo adalah seorang politikus Papua dan nasionalis Indonesia. Ia menjabat sebagai Gubernur Provinsi Papua keempat. Pada tahun 1993, Frans secara anumerta dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas usahanya seumur hidup untuk mempersatukan Irian Barat dengan Indonesia.
Ayahnya adalah seorang kepala suku Biak Numfor yang juga pandai besi. Ibunya meninggal ketika Frans masih berusia dua tahun. Frans kemudian dititipkan pada bibinya sehingga ia tumbuh besar bersama sepupunya, Markus.
Meskipun Frans tumbuh di kampung Wardo di pedalaman Biak, tapi ia beruntung dapat menempuh pendidikan dengan sistem Belanda. Pada tahun 1928–1931,
Frans bersekolah di Sekolah Rakyat. Kemudian ia melanjutkan ke LVVS di Korido hingga tahun 1934, lalu ke Sekolah Guru Normalis di Manokwari.
Setelah lulus, Frans Kaisiepo sempat mengikuti kursus kilat Sekolah Pamong Praja di Kota Nica (sekarang Kampung Harapan Jaya), Papua, selama bulan Maret hingga Agustus 1945.
Di sekolah tersebut, Frans diajar oleh Soegoro Atmoprasodjo, seorang guru dari Jawa yang sangat dipercaya oleh Belanda tapi justru mengajarkan nasionalisme pada murid-muridnya.
Soegoro Atmoprasodjo adalah aktivis Partai Indonesia (Partindo) dan guru Taman Siswa bentukan Ki Hadjar Dewantara. Pada tahun 1935 Soegoro dibuang ke Boven Digoel, Papua karena dituduh terlibat pemberontakan terhadap Belanda.
Ajaran dari Soegoro semakin menambah rasa cinta Frans Kaisiepo pada Indonesia. Dari Soegorolah, Frans dan teman-teman sekolahnya mengenal lagu Indonesia Raya, jauh sebelum gerakan Papua Merdeka muncul.
Pada tanggal 15 hingga 25 Juli 1946, sebuah konferensi yang bertujuan untuk membentuk negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat dilaksanakan di Kota Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi tersebut dikenal dengan nama Konferensi Malino.
Frans Kaisiepo ikut menghadiri konferensi sebagai wakil Papua. Pada konferensi tersebut, ia menentang keras niat Belanda yang ingin menggabungkan Papua dengan Maluku dan memasukkan Papua ke Negara Indonesia Timur (NIT).
Pada akhirnya, Negara Indonesia Timur hanya terdiri dari Maluku, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara, sedangkan Papua tidak jadi dimerdekakan. Wilayah itu tetap dalam cengkeraman kekuasaan Belanda dan diberi nama Hollandia.
Komentar