WARTAINDONESIA – Dewan AS setuju UU larangan TikTok, keputusan ini datang setelah suara 360 berbanding 58 yang mendukung larangan tersebut, pada Sabtu (20/4).
Langkah ini merupakan respons terhadap kekhawatiran yang semakin meningkat terhadap keamanan data pengguna dan potensi keterkaitan ByteDance, perusahaan induk TikTok, dengan pemerintah Tiongkok.
Undang-undang tersebut, jika disahkan oleh Senat AS yang dijadwalkan akan memungut suara pada hari Selasa, akan memberikan ultimatum kepada ByteDance untuk menjual sahamnya dalam TikTok dalam waktu satu tahun. Jika ByteDance tidak memenuhi syarat ini, maka TikTok dapat dilarang di Amerika Serikat.
Keprihatinan utama yang mendorong langkah ini adalah tuduhan bahwa ByteDance dapat memberikan akses data pengguna TikTok kepada pemerintah Tiongkok.
Sebuah laporan dari surat kabar The New York Times menyebutkan bahwa ada kekhawatiran yang berkembang di antara anggota parlemen AS bahwa data sensitif dari jutaan pengguna TikTok dapat diserahkan kepada pihak berwenang Tiongkok.
Hal ini diperkuat oleh undang-undang di Tiongkok yang memungkinkan pemerintah untuk meminta data dari perusahaan dan warga Tiongkok demi kepentingan intelijen.
Senator AS yang mendukung langkah ini percaya bahwa langkah tegas harus diambil untuk melindungi keamanan nasional dan privasi individu.
Sebagian besar anggota parlemen juga khawatir bahwa Tiongkok dapat memanfaatkan TikTok untuk mengumpulkan informasi tentang warga AS, termasuk melalui rekomendasi konten yang disesuaikan dengan preferensi pengguna.
Pada saat yang sama, TikTok sendiri menanggapi larangan potensial ini dengan keras. Seorang juru bicara TikTok mengirimkan pernyataan melalui email, menyatakan bahwa larangan TikTok di Amerika Serikat akan “melanggar kebebasan berekspresi” dari 170 juta orang Amerika yang menggunakan platform tersebut.
Mereka juga menambahkan bahwa larangan ini dapat mengakibatkan kehancuran bagi lebih dari tujuh juta perusahaan yang mengandalkan TikTok untuk aktivitas pemasaran dan ekonomi.
Selain masalah keamanan data, ada juga keprihatinan lain terkait potensi misinformasi yang dapat dipicu oleh TikTok. Selama beberapa periode sensitif, seperti selama perang antara Israel dan Hamas serta pemilihan presiden AS, ada dugaan bahwa TikTok dapat digunakan untuk menyebarkan pandangan dan informasi yang salah atau memicu kontroversi yang lebih besar.
Di tengah ketegangan ini, ByteDance, sebagai perusahaan induk TikTok, menegaskan bahwa mereka telah berkomitmen untuk melindungi data pengguna dan menjaga privasi.
Namun, tuduhan yang persisten dari anggota parlemen AS dan kritikus yang memperkuat dugaan keterkaitan ByteDance dengan pemerintah Tiongkok terus menimbulkan tekanan terhadap perusahaan.
Sementara itu, presiden AS, Joe Biden, diperkirakan akan mendukung langkah-langkah keras terhadap TikTok. Menurut sumber-sumber dari Gedung Putih, pemerintahan Biden menganggap langkah ini sebagai bagian dari upaya untuk memastikan keamanan data dan melindungi kepentingan nasional AS dari potensi ancaman luar.
Dengan dewan AS telah memberikan suara, perhatian sekarang beralih ke Senat AS, di mana pemungutan suara atas undang-undang tersebut akan dilakukan pada Selasa pagi.
Jika Dewan AS setuju UU larangan TikTok dan disahkan oleh Senat, akan ada periode satu tahun di mana ByteDance harus menjual sahamnya dalam TikTok untuk menghindari larangan di Amerika Serikat.
Sementara para pemangku kepentingan terus berdebat tentang implikasi dan dampak dari larangan ini, keputusan akhir tentang nasib TikTok di AS masih menunggu hasil pemungutan suara di Senat AS.