Scroll untuk baca artikel
Opini

Mampukah Prinsip Customer Due Diligence dan Enhanced Due Diligence Sebagai Langkah Preventif Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang??

×

Mampukah Prinsip Customer Due Diligence dan Enhanced Due Diligence Sebagai Langkah Preventif Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang??

Sebarkan artikel ini

Belakangan ini, marak terlihat kejahatan- kejahatan yang kerap kali merugikan negara Indonesia. Mulai dari korupsi yang tidak ada habisnya dan kerap menjadi isu sentral di Indonesia, tindak pidana pencucian uang (TPPU)  juga termasuk kedalam kejahatan yang dapat mengancam stabilitas perekonomian negara yang berujung pada kerugian negara. Berkaca pada amanat UUD 1945 pada alinea ke-4 menyebutkan bahwa “ kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,..…”. Artinya Pemerintah memiliki kewajiban untuk menciptakan kesejahteraan umum yang dapat didefinisikan sebagai kesejahteraan rakyat. Sehingga dengan maraknya tindak pidana korupsi bahkan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang kebanyakan cenderung dapat dilakukan oleh pemangku jabatan di pemerintahan, dipastikan telah menyalahi dari apa yang diamanatkan di dalam UUD 1945.

Maraknya kasus-kasus tindak pidana pencucian uang yang terjadi di Indonesia tentunya memberikan kerugian yang sangat besar bagi Negara. Terlihat bahwa dari kasus tindak pidana pencucian uang yang terjadi memakan dana dengan jumlah yang sangat fantastis. Sebagai contoh, kasus tindak pidana pencucian uang pada PT Asuransi Jiwasraya. Berdasarkan data pemeriksaan investigasi yang disampaikan ketua BPK, Agung Firman Sampurna,diperkirakan merugikan negara sebesar Rp. 16,81 Triliun. Selain kasus PT Asuransi Jiwasraya, kasus korupsi timah yang sedang ramai dibicarakan dikalangan masyrakat juga menjadi perhatian sebab jumlahnya yang sangat fantastis, pada kasus ini, diperkirakan memberikan kerugian bagi negara sebesar Rp. 271,06 triliun. Sehingga atas dugaan kasus korupsi ini, Kejaksaan agung tengah mengembangkan kasus tersebut ke ranah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mengingat jumlah yang sangat fantastis dan tidak wajar tersebut. beranjak dari kasus yang disebutkan diatas dan masih banyak kasus-kasus TPPU yang terjadi, sehingga perlu di pahami bahwa TPPU sejatinya tindakan criminal yang sangat-sangat merugikan masyarakat dan negara. Prinsip customer due diligence dan enhanced due diligence tantunya diharapkan dapat menjadi tameng untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang. Sebab, sejatinya tindak pidana pencucian uang kerap melibatkan lembaga pembiayaan seperti perbankan dalam proses menjalankan perbuatan tersebut. Sehingga dengan di terapkanya prinsip ini disetiap perbankan diharapkan dapat menjadi pencegah agar tidak terjadinya suatu tindak pidana pencucian uang yang dapat mengancam kestabilan ekonomi.

Prinsip  Customer Due Diligence dan Enhanced Due Diligence Dalam Upaya Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bukanlah kejahatan baru di negara Indonesia. Bahkan di dunia International, Tindak Pidana Pencucian Uang ini kerap kali menjadi masalah yang penting bagi setiap negara-negara di dunia. Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa menyebutkan Praktik pencucian uang dapat mengurangi jumlah pendapatan negara dengan menghindari pembayaran pajak serta merosotnya moral para pejabat karena tergiur melakukan praktik pencucian uang serta perbuatan penyalahgunaan jabatannya. Disamping itu unsur kejahatan lain yang dapat timbul adalah ancaman kualitas generasi muda bangsa melalui peredaran narkotika.(Cahya, Kasih, and Sutama; Ida Bagus Putu 2017).  Sehingga mengingat TPPU yang dapat mengancam kestabilan perekonomian suatu negara, maka diperlukan langkah-langkah preventif agar tindakan tersebut dapat dicegah.

Pada prinsipnya secara umum Pencucian uang adalah suatu cara menyembunyikan, mentransfer, dan mempergunakan hasil tindak pidana, kegiatan kejahatan terorganisir, kejahatan kerah putih, korupsi, peredaran narkoba, dan kegiatan lain yang merupakan kegiatan kriminal. Pencucian uang atau money laundering pada dasarnya mengacu pada penyembunyian aset (penghasilan/kekayaan) sehingga aset tersebut dapat digunakan tanpa mengungkapkan asal-usulnya yang diperoleh dari kegiatan yang sah. Pencucian uang mengubah harta atau aset yang diperoleh secara ilegal menjadi aset keuangan yang terlihat berasal dari sumber yang legal.(Filep Wamafma, Enni Martha Sasea 2022). Sehingga perlu pengaturan lebih lanjut untuk pencegahan agar tidak terjadi suatu tindak pidana yang sangat merugikan ekonomi negara.

Dalam Adrian Sutedi mengatakan Penyusunan kebijakan dan prosedur manajemen risiko dalam upaya menerapkan program anti pencucian uang, perbankan Indonesia diarahkan sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision. Prinsipprinsip yang terkadung didalamnya merupakan standar bagi dunia perbankan untuk dapat beroperasi secara lebih berhati-hati dalam kegiatan usahanya. (Cahya, Kasih, and Sutama; Ida Bagus Putu 2017). Sehingga dari rekomendasi tersebut menghadirkan salah satu prinsip mengenal nasabah atau know your customer principle. Lebih lanjut, Nenei Sri Imaniyati mengatakan Prinsip mengenal nasabah diterapkan oleh bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah secara menyeluruh, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi nasabah yang mencurigakan.(Cahya, Kasih, and Sutama; Ida Bagus Putu 2017).

Berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa Pihak Pelapor meliputi:

  1. penyedia jasa keuangan:
  2. bank; 2. perusahaan pembiayaan; 3. perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi; 4. dana pensiun lembaga keuangan; 5. perusahaan efek; 6. manajer investasi; 7. kustodian; 8. wali amanat; 9. perposan sebagai penyedia jasa giro; 10. pedagang valuta asing; 11. penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu; 12. penyelenggara e-money dan/atau e-wallet; 13. koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam; 14. pegadaian; 15. perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau 16. penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
  3. penyedia barang dan/atau jasa lain:
  4. perusahaan properti/agen properti; 2. pedagang kendaraan bermotor; 3. pedagang permata dan perhiasan/logam mulia; 4. pedagang barang seni dan antik; atau 5. balai lelang

Sehingga terlihat bahwa bank termasuk salah satu pihak yang dapat melaporkan jika mendapatakn suatu kecurigaan atas suatu transaksi yang dilakukan oleh pengguna jasa. Sehingga dalam proses penegakan hukum, bank memiliki peran yang sentral dalam memberikan data terkait pengguna jasa yang melakukan transkasi mencurigakan. Sehingga bank perlu menerapkan prinsip know your customer.

Namun sayangnya, undang-undang belum mengatur secara eksplisit mengenai prinsip tersebut. Seperti yang di ungkapkan Yunus Husein dalam bukunya “ Peran Pusat dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam Mencegah Penyalahgunaan Lembaga Keuangan” mengatakan bahwa Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tidak mengatur secara eksplisit mengenai prinsip KYC maupun prinsip Customer Due Diligence (selanjutnya disebut dengan CDD) dan Enhanced Due Diligence (selanjutnya disebut dengan EDD) khususnya. Undang-Undang Perbankan ini hanya mengatur satu prinsip yaitu prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip KYC dimaksudkan untuk mendorong terselenggaranya prinsip kehati-hatian dalam rangka mengurangi risiko usaha yang dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usaha.(Cahya, Kasih, and Sutama; Ida Bagus Putu 2017).

CDD dan EDD adalah kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan bank untuk memastikan bahwa rekening maupun transaksi tersebut sesuai dengan profil calon nasabah, walk in customer (selanjutnya disebut WIC) atau nasabah untuk melindungi kesehatan bank, dimana EDD bersifat lebih mendalam terhadap profil calon nasabah, WIC, atau nasabah yang tergolong berisiko tinggi. Jika bank berurusan dengan nasabah yang dikategorikan memiliki risiko tinggi money laundering atau penyaluran dana untuk upaya terorisme, bank wajib melakukan pendekatan CDD secara menyeluruh yang dikenal dengan Enhanced Due Diligence (EDD). Penerapan kebijakan CDD dan EDD berdampak signifikan dalam menentukan suatu transaksi termasuk transaksi keuangan mencurigakan atau tidak. Dalam hal diduga terjadi transaksi keuangan mencurigakan, petugas bank dari unit kerja terkait wajib membuat laporan untuk transaksi tersebut dengan menggunakan laporan transaksi keuangan mencurigakan atau laporan transaksi tunai.(Filep Wamafma, Enni Martha Sasea 2022).

Sehingga terlihat bahwa CDD dan EDD merupakan suatu langkah yang dapat menghentikan dan mengindentifikasi atas dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jika diamati lebih jauh, penerapan CDD dan EDD di setiap perbankan telah dilakukan oleh pihak bank pada saat pengguna jasa perbankan hendak melakukan pembukaan rekening. Dengan formulir formulir yang diajukan dan diisi oleh setiap calon pengguna jasa, sejatinya bank telah menerapkan prinsip CDD dalam kegiatannya. Namun tak jarang, proses pengisian rekening ini cenderung hanya sebatas persyaratan semata tanpa menanyakan secara detail pekerjaan calon customer secara jelas dan rinci. Sehingga dalam proses pembukaan rekening yang dilakukan bagi setiap calon customer baru relative lebih mudah. Jika seandainya hal hal demikian dilakukan lebih detail, tentunya dapat menghambat terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan melalui perbankan. Walaupun dalam perjalanan nya, ketika perbankan melihat  mencurigai terhadap transaksi yang dilakukan setiap customer, perbankan dapat menjadi pihak pelapor dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang. Sehingga dengan memaksimalkan prinsip CDD dan EDD di dunia perbankan, sejatinya perbankan melalui perinsip tersebut mampu ikut andil dalam upaya preventif agar suatu tindak pidana pencucian uang tidak dapat terjadi. Dengan diperketat dan lebih telitinya pihak perbankan dalam melayani calon pengguna jasa perbankan dalam pembukaan rekening baru, akan memberikan dampak yang positif untuk menekan tingginya kasus kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang terjadi di Indonesia.

Penulis : Rizky Darmawansyah Sihombing
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara